PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau Bank BRI menyatakan optimistis mampu menyalurkan dana penempatan pemerintah sebesar Rp55 triliun hanya dalam waktu sekitar satu hingga satu setengah bulan. Dana ini merupakan bagian dari total alokasi Rp200 triliun yang diguyurkan negara kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, menjelaskan bahwa kecepatan penyerapan ini didorong oleh tingginya permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM. Menurutnya, BRI mampu membukukan kredit harian sekitar Rp1,5 triliun. Dengan angka tersebut, jika dihitung selama 30 hari, dana sebesar Rp55 triliun bisa habis terserap dalam sebulan hingga satu setengah bulan saja. Pernyataan ini semakin menegaskan posisi BRI sebagai bank dengan portofolio UMKM terbesar di Indonesia.
Penempatan dana pemerintah kali ini juga diterima oleh bank anggota Himbara lainnya. Selain BRI dan Bank Mandiri yang sama-sama memperoleh Rp55 triliun, ada pula BNI dengan jumlah serupa, BTN sebesar Rp25 triliun, serta BSI yang kebagian Rp10 triliun. Total dana segar yang masuk diharapkan memperkuat likuiditas perbankan dan mempercepat penyaluran kredit ke sektor produktif.
Optimisme BRI tidak datang tanpa alasan. Permintaan kredit produktif di lapangan masih tinggi, khususnya dari pelaku UMKM yang membutuhkan tambahan modal kerja. Hery menegaskan, tingginya demand tersebut menjadi kunci mengapa penyerapan bisa berjalan cepat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa setiap kredit tetap harus melalui proses asesmen menyeluruh agar dana yang disalurkan benar-benar bisa kembali.
Dalam hal ini, BRI menekankan pentingnya menjaga rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) tetap terkendali. Strategi ketat diterapkan agar dana pemerintah yang disalurkan tidak berakhir menjadi beban. Hery menegaskan, prinsip utama pembiayaan bukanlah sekadar memberikan dana, melainkan memastikan usaha yang dibiayai memang punya potensi bisnis yang sehat sehingga bisa menghasilkan pendapatan dan mengembalikan pinjaman.
Jika ditarik ke belakang, pengalaman serapan dana pemerintah di masa pandemi Covid-19 menjadi pembanding menarik. Saat itu, pemerintah juga menggelontorkan dana besar ke perbankan, dan dalam hitungan sebulan dana tersebut langsung terserap habis. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pun menyebut, pola serupa kemungkinan akan kembali terjadi karena tingginya kebutuhan sektor riil akan kredit.
Meski demikian, Purbaya memberikan estimasi lebih lebar. Menurutnya, penyaluran dana kredit dari Himbara paling lambat bisa berlangsung penuh dalam waktu empat bulan. Ia menekankan bahwa tujuan utama kebijakan ini bukan hanya menjaga likuiditas bank, melainkan memastikan dana benar-benar mengalir ke sektor produktif, bukan sekadar parkir di instrumen investasi aman.
Di sisi lain, Purbaya juga melontarkan kritik halus kepada bank-bank Himbara. Ia menilai selama ini perbankan terlalu nyaman menaruh dana di aset likuid dengan return besar tanpa perlu kerja keras. “Mereka pintar, tapi terlalu sering memilih jalan mudah. Padahal dana yang disediakan negara seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mendukung kredit produktif,” ujarnya.
Kebijakan penempatan dana ini sekaligus menjadi ujian bagi Himbara. Pemerintah ingin memastikan bank tidak sekadar menikmati keuntungan pasif, melainkan aktif mendorong roda ekonomi nasional. Dengan permintaan kredit UMKM yang terus meningkat, peluangnya besar. Namun, tantangan menjaga kualitas kredit tetap harus diwaspadai. Jika keseimbangan ini bisa dijaga, maka bukan hanya bank yang untung, tetapi juga sektor riil yang semakin bergairah.
Kritik terhadap Artikel Sumber
Artikel sumber lebih fokus menyajikan pernyataan resmi tanpa menyoroti konteks lebih luas. Padahal, isu ini menyangkut keseimbangan antara percepatan penyaluran kredit dan risiko kredit bermasalah. Artikel ini mencoba melengkapinya dengan analisis tambahan, membandingkan dengan pengalaman pandemi, serta menggarisbawahi tantangan yang dihadapi bank dalam menjaga kualitas kredit sambil tetap mendukung sektor riil.