Menaker Bocorkan Strategi Cetak Lapangan Kerja Hijau, BLK Bakal Jadi Pusat Inovasi

Posted on

Kalau dulu bayangan kerja “hijau” cuma sebatas narasi seminar atau slogan di poster kampus, kini pemerintah mulai serius bikin itu jadi kenyataan. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli baru saja membocorkan sejumlah strategi konkret untuk mendorong tumbuhnya green jobs — alias lapangan kerja di sektor yang ramah lingkungan. Dan rencananya? Nggak main-main.

Mulai dari transformasi BLK (Balai Latihan Kerja), kerja sama kurikulum langsung dengan industri, sampai bikin Talent and Innovation Hub, semua dirancang biar tenaga kerja Indonesia siap menghadapi masa depan yang makin hijau — bukan cuma karena daun, tapi karena sustainability.

BLK Ditransformasi, Bukan Cuma Tempat Latihan

Langkah pertama yang diungkap Yassierli dalam acara PYC International Energy Conference 2025 di Jakarta adalah transformasi BLK. Tapi jangan bayangkan cuma sekadar renovasi gedung atau beli mesin baru. Ini lebih dari itu.

Pemerintah ingin BLK berubah dari sekadar tempat latihan menjadi pusat keunggulan (center of excellence) yang langsung terhubung dengan kebutuhan industri hijau — seperti energi terbarukan, efisiensi energi, manufaktur rendah karbon, atau ekonomi sirkular.

“Kita rancang kurikulumnya bareng industri,” tegas Yassierli. Artinya, pelatihan nggak lagi berdasarkan asumsi atau materi yang ketinggalan zaman, tapi sesuai dengan teknologi dan praktik terkini yang benar-benar dipakai di lapangan.

Bayangin, kamu belajar teknisi panel surya, bukan cuma dari buku, tapi langsung praktek dengan peralatan yang digunakan di proyek PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) besar. Lulus? Bukan cuma dapat sertifikat, tapi juga direkrut.

Instruktur Harus Lebih Dari Sekadar Pengajar

Tapi, bagusnya kurikulum nggak akan berarti kalau gurunya nggak up-to-date. Makanya, strategi berikutnya adalah peningkatan kapasitas instruktur.

Pemerintah akan memberi pelatihan profesional berkelanjutan dan bahkan pengalaman langsung di industri buat para pelatih di BLK. Jadi, mereka nggak cuma bisa ngajar, tapi juga ngerti dunia kerja beneran.

“Kalau instrukturnya belum pernah lihat teknologi terbaru, bagaimana dia bisa mengajarkan yang mutakhir?” celetuk Yassierli — mungkin sambil mikir, “Jangan sampai kita latih orang pakai mesin yang sudah pensiun di pabrik.”

Belajar Lewat Proyek Nyata, Bukan Cuma Teori

Salah satu masalah besar di dunia vokasi adalah jurang antara teori dan praktik. Murid bisa hafal rumus, tapi bingung pas disuruh pasang kabel panel surya.

Untuk menutup celah itu, Kemnaker mendorong pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning/PBL). Peserta pelatihan bakal langsung terlibat dalam proyek nyata — misalnya, membangun sistem energi terbarukan untuk desa, atau merancang proses produksi yang hemat energi.

“Ini menjembatani kesenjangan antara pelatihan dan dunia kerja,” kata Yassierli. Dan yang paling penting: peserta belajar dengan cara melakukan, bukan cuma mendengar.

BLK Jadi “Kolam Renang” Inovasi Hijau

Yang paling ambisius? Talent and Innovation Hub di BLK. Bayangkan BLK bukan cuma tempat orang datang latihan lalu pulang, tapi jadi ekosistem inovasi — tempat ide-ide hijau lahir, dikembangkan, dan bahkan dijual.

Di sini, peserta pelatihan, instruktur, dan mitra industri bisa saling bertukar ide, kolaborasi, dan menciptakan solusi baru untuk tantangan keberlanjutan. Mau bikin baterai ramah lingkungan? Atau sistem daur ulang limbah industri? BLK bisa jadi tempat uji coba.

“Kita ingin BLK jadi tempat lahirnya generasi berikutnya green professionals,” ujar Menaker, seolah-olah sudah membayangkan BLK-nya nanti jadi “Silicon Valley-nya energi bersih”.

Gerakan Produktivitas Nasional Juga Masuk Arena

Tak cuma fokus di pelatihan, pemerintah juga menggerakkan Gerakan Produktivitas Nasional (GPN) untuk mendorong adopsi praktik hijau di sektor industri.

Caranya? Dengan mencetak “talenta produktivitas” — tenaga ahli yang bisa membimbing perusahaan dalam proyek efisiensi energi, pengurangan emisi, atau pengelolaan limbah. Mereka ini nantinya jadi motor penggerak transformasi hijau di level perusahaan.

Selain itu, pemerintah juga akan memberi dukungan teknis langsung ke industri, terutama UMKM, untuk menerapkan proyek produktivitas hijau. Tujuannya jelas: tingkatkan daya saing, sekaligus perbaiki kinerja lingkungan.

Green Jobs = Masa Depan yang Tak Bisa Ditawar

Yassierli menekankan bahwa prinsip green productivity — yang menggabungkan efisiensi, keberlanjutan, dan inovasi — harus jadi fondasi penciptaan lapangan kerja masa depan.

“Ini bukan tren sesaat. Dunia sudah bergerak ke sana. Kalau kita nggak cepat, kita akan tertinggal,” katanya.

Dan memang, fakta nggak bohong: sektor energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan teknologi rendah karbon terus tumbuh. Bahkan, International Labour Organization (ILO) memperkirakan jutaan green jobs akan tercipta dalam dekade mendatang. Indonesia, dengan sumber daya alam dan populasi muda yang besar, punya peluang emas — asal tidak cuma jadi penonton.

Penutup

Jadi, green jobs bukan cuma soal “kerja di tempat yang banyak tanamannya”. Ini soal menciptakan ekonomi yang berkelanjutan, dengan tenaga kerja yang terampil, inovatif, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Dengan strategi yang diumumkan Menaker, dari transformasi BLK sampai dukungan langsung ke industri, Indonesia mulai meletakkan fondasi yang kuat. Tapi, seperti biasa, kunci keberhasilannya bukan di wacana, tapi di eksekusi.

Semoga, lima tahun lagi, kita nggak cuma bicara soal “potensi” green jobs, tapi sudah punya ribuan tenaga kerja hijau yang bekerja di proyek-proyek nyata, membawa perubahan — bukan cuma buat perusahaan, tapi buat bumi juga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *